Penilaian Pendidikan dalam Paradigma Kurikulum 2013

Penilaian Pendidikan dalam Paradigma Kurikulum 2013

- Salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan adalah penilaian atau asesmen. Peraturan Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang standar penilaian pendidikan menyatakan bahwa penilaian pendidikan adalah  proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Hasil belajar tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan, pencapaian hasil belajar mencakup:  penilaian  otentik,  penilaian  diri,  penilaian  berbasis  portofolio, ulangan,  ulangan  harian,  ulangan  tengah  semester,  ulangan  akhir semester,  ujian  tingkat  kompetensi,  ujian  mutu  tingkat  kompetensi,  ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah.

Penjabaran hasil belajar tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mardapi (2007: 12) yang menyarakan bahwa upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya. Kedua hal tersebut saling terkait, sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran tersebut dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong guru untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi peserta didik untuk belajar dengan lebih baik. Oleh karena itu upaya peningkatan kualitas pendidikan dipengaruhi oleh perbaikan sistem penilaian.

Mundilarto (2012: 7) menyatakan bahwa penilaian hasil belajar fisika dapat dikelompokkan ke dalam kompetensi yang berupa perilaku (behavioral objective) dan kompetensi bukan perilaku (non-behavioral objective). Kompetensi yang berupa perilaku berwujud perilaku khusus yang harus ditunjukkan oleh peserta didik bahwa telah terjadi proses belajar, baik dalam ranah kognitif, psikomotorik, maupun afektif. Kompetensi bukan perilaku yang dimaksud adalah berupa softskill. Softskill behubungan dengan kemampuan peserta didik dalam menghadapi masalah-masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut Wagner (2008) menjelaskan bahwa terdapat enam softskill yang penting untuk dikembangkan dalam menghadapi abad ke- 21, yaitu: (1)  communication skills; (2) critical  and  creative  thinking; (3) inquiry atau reasoning skills; (4) interpersonal skills; (5) multiculturalatau multilingual literacy;  dan (6)  problem  solving

Selain itu, penerapan kurikulum 2013 di Indonesia juga menuntut penilaian hasil belajar dalam kompetensi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan spiritual yang dituangkan dalam kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) (Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013). Kompetensi pengetahuan tersebut dibagi dalam empat dimensi menurut Anderson & Krathwohl (2001: 101), yaitu : (1) factual knowledge, yaitu pengetahuan yang spesifik mengenai kejadian dan situasi tertentu, factual knowledge dapat ditingkatkan melalui ekperimen dan beberapa diterima dari ahli (misalkan elektron bermuatan negatif); (2) conceptual knowledge, merupakan pengetahuan mengenai konsep fisika yang berfungsi melengkapi pemahaman dari factual knowledge dan dapat diidentifikasi dari kemampuan untuk menjelaskan dan memprediksi; (3) procedural knowledge, merupakan kemampuan untuk mengaplikasikan factual dan conceptual knowledge untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan mengetahui bagaimana menerapkan hal yang telah diketahui; (4) metacognition, dimensi ini adalah kemampuan tertinggi penguasaan pengetahuan, merujuk pada proses mengusai ilmu pengetahuan dan proses berpikir. Dengan demikian, proses  pembelajaran fisika seharusnya berfungsi mengonstruksi pengetahuan yang memuat keempat dimensi tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar fisika memuat hal-hal yang kompleks. Kompetensi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan spiritual harus terintegrasi dalam pembelajaran. Kompetensi pengetahuan harus mencakup 4 dimensi, yaitu konseptual, faktual, prosedural, dan metakognitif. Selain itu, pembelajaran dituntut untuk mengembangkan dan menilai keterampilan yang sesuai dengan abad ke-21.


PENILAIAN, PENDIDIKAN, UN, UJIAN NASIONAL


Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan menyatakan bahwa pelaksanaan dan pelaporan penilaian dalam pendidikan dilakukan oleh tiga pihak yaitu pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah.

1. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik  
Penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran. 

2. Penilaian oleh Satuan Pendidikan  
Penilaian oleh satuan pendidikan bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran, dimana penilaian hasil belajar untuk semua mata pelajaran ini merupakan penilaian akhir dalam menentukan kelulusan siswa dari satuan pendidikan tertentu. Dalam hal ini penilaian akhir harus menentukan penilaian hasil belajar peserta didik oleh pendidik maupun penilaian hasil belajar untuk semua mata pelajaran.
Penilaian oleh satuan pendidikan digunakan sebagai: (a) salah satu syarat kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan; (b) dasar untuk meningkatkan kinerja pendidik; dan (c) dasar untuk mengevaluasi pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan.  

3. Penilaian oleh Pemerintah  
Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok matapelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional.

0 Response to "Penilaian Pendidikan dalam Paradigma Kurikulum 2013"

Post a Comment